Jumat, 11 Januari 2013

Sastra Bandingan


TINDAK KUASA THOMAS HOBBES
DALAM CERPEN ”PUTRAJAYA”
 DAN CERPEN “ULAT DALAM SEPATU”
(karya Gus tf Sakai)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Karya sastra adalah hasil karya imajinasi manusia yang diungkapkan dalam karya sastra. Manusia memberikan pengalaman dan pengaruhnya dari apa yang dilihat dan di dengar serta dirasakan manusia itu sendiri untuk tujuan menciptakan karya sastra baru. Terkadang kita masih membingungkan dengan karya sastra itu sendiri. Bagaimana cara untuk mengapresiasi menjadi karya sastra yang memiliki manfaat bagi orang lain. Karena untuk dapat bermanfaat karya sastra itu haruslah dapat diterima dengan cara pembaca melakukan hal yang benar dengan menganalisisnya menurut kacamata pribadi dan teori ataupun hukum yang telah dikemukakan sebelumnya sebelum karya sastra itu muncul.
Kondisi masyarakat di setiap wilayah, terlebih negara, berbeda-beda. Perbedaan yang paling mendasar biasanya terletak pada aspek letak gografis, bahasa, dan kondisi sosial politik. Ketiga apek tersebut yang menjadi bagian penting dalam mengkaji sastra bandingan. Namun demikian, Saman (2004: 2) mengatakan bahwa kesusastraan bandingan kini membawakan perpektif wilayah baru, radikal serta pragmatik untuk kita di Nusantara ini, sebagai suatu kelompok bangsa yang pernah dipecah-perintah penjajah Barat, mengalami segala derita hidup serta kolonialisasi; paling penting memiliki lebih banyak persamaan kehidupan berbanding perbezaan: bahasa, budaya, kepercayaan, ekonomi, falsafah, sejarah dan lain-lain yang relevan. Jadi dapat dikatakan bahwa dengan adanya sastra bandingan, segala perbedaan di suatu negara dengan negara lain, baik bahasa, budaya, dan ekonomi, dapat dipadukan untuk menemukan persamaan dalam rangka membangun kemakmuran bersama. Kehadiran sastra bandingan adalah untuk menghadirkan persamaan maupun perbedaan karya sastra dari negara satu dengan negara lainnya. Benedecto (dalam Giffod dalam Suwardi, 2004: 128), berpendapat bahwa studi sastra bandingan adalah kajian yang berupa eksplorasi perubahan (vicissitude), alternation (penggantian), pengembangan (development), dan perbedaan timbal balik di antara dua karya atau lebih.
Teeuw mengatakan bahwa seorang pencipta atau seorang pembaca karya sastra tidak mencipta ataupun menanggapinya dalam situasi vakum, kehampaan mutlak. Mereka terikat oleh beberapa ikatan dan harus takluk pada keterbatasan. Maka dasar dari keterbatasan itu adalah teori yang telah dikemukakan dalan beberapa kajian sehingga bentuknya sangat komperehensif dan analisa yang tepat.
Sastra bandingan adalah merupakan bagian dari penanggapan dan sifat penghargaan pembaca terhadap karya sastra. Perbandingan ini tidak hanya terpaku pada satu cipta dari satu negara saja. Tetapi perbandingan antar dua karya sastra atau lebih. Maka tertulis bahwa karya sastra Malaysia dengan Indonesia merupkan perbandingan yang menarik.  Karya sastra Malaysia memiliki dasar keIslaman yang kental. Sehingga banyak sebagian karya sastranya diciptakan oleh faktor tersebut. Keterpengatruhan didalam karya sastra adalah sebuah proses kreatif untuk menghasilkan karya sastra.

1.2 Rumusan Masalah
A. Apakah sastra bandingan itu?
B. Bagaimanakah tindak kuasa Thomas Hobbes?
1.3 Tujuan
  1. Memberitahukan kepada mahasiswa akan pentingnya mengkaji sastra bandingan
  2. Sebagai latihan cara menganalisis karya sastra yang berarti pula belajar menganalisis kehidupan
  3. Mengetahui sastra bandingan dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan karya sastra dapat berkembang pesat.
1.4 Manfaat
  1. Melatih diri dalam mempelajari sastra bandingan secara mendalam
  2. Turut serta dalam mengembangkan ilmu sastra bandingan
  3. Kajian makalah ini dapat menjadi terapan dalam mempelajari sastra bandingan secara mendalam

II. TELAAH PUSTAKA
2.1 Definisi Sastra Bandingan
Sastra bandingan adalah merupakan bagian dari penanggapan dan sifat penghargaan pembaca terhadap karya sastra. Perbandingan ini tidak hanya terpaku pada satu cipta dari satu negara saja. Definisi sastra bandingan adalah terjemahan dari bahasa Inggris yaitu Comparative Literature, atau dari bahasa Prancis, La Litterature Comparee. Menurut sejarahnya sastra bandingan sebagai ilmu, mempunyai dua aliran yaitu aliran Prancis (aliran lama) dan aliran Amerika (aliran baru). Dua definisi pada sastra bandingan, dua definisi pula pada kedua alirannya. Jika di aliran Prancis, sastra bandingan adalah membandingkan dua karya sastra dari dua negara yang berbeda. Sedangkan pada aliran Amerika sastra nbandingan adalah membandingkan dua karya sastra dari dua negara yang berbeda dan membandingkan karya sastra dengan bidang ilmu dan seni tertentu. (Mulyana, __:1)
Paul van Tienghem mencoba memberi penjelasan mengenai sastra bandingan yang hadir di luar lingkungan atau melibatkan dua sastra yang berlainan. Terdapat empat sudut pandang sastra bandingan yaitu sudut pandang ruang, waktu, kualitas, dan intensitas.
(Lihat Mulyana, __:8)

2.2 Tindak Kuasa
Kekuasaan adalah gejala yang lumrah terdapat dalam setiap masyarakat dalam bentuk hidup bersama. Kekuasaan dapat berbentuk hubungan dalam arti ada satu pihak yang berkuasa dan yang lain dikuasai (diperintah), dengan demikian manusia merupakan subyek sekaligus obyek dari kekuasaan misalnya; pemerintah membuat suatu undang-undang (subyek),disamping itu juga dia harus tunduk dan patuh terhadap Undang-Undang (obyek). Max Weber merumuskan bahwa kekuasaan merupakan kemampuan individu dalam hubungan sosial untuk mewujudkan keinginannya di dalam suatu tindakan komunal meskipun melawan arus tentangan dan resistensi individu lain yang terlibat dalam tindakan tersebut.
Sedangkan Foucault, melihat kekuasaan sebagai seluruh tindakan yang menekan
dan mendorong tindakan-tindakan lain melalui rangsangan, persuasi atau bisa juga
dengan melalui paksaan dan larangan. Lebih jauh Foucault mengatakan bahwa kekuasaan mencakup semua hal dan datang dari mana-mana. Dengan demikian kekuasaan dapat diartikan, sebagai upaya seseorang ataupun kelompok untuk menguasai orang lain dalam berbagai bentuk yang karenanya terjadi pertentangan antara keduanya dimana salah satunya dapat menguasai yang lain sehingga terjadi dominasi pada pihak lain.

2.3 Tindak Kuasa Thomas Hobbes (1558-1679)

Kekuasan yang maknai sebagai upaya seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi orang lain agar sesuai dengan tujuan dan keinginan orang yang berkuasa, tidaklah memiliki makna atau definisi tunggal, sebaliknya memiliki makna yang begitu luas. Dengan pendefinisian terhadap kekuasaan yang begitu luas akan di kemukakan secara singkat beberapa pemikiran ahli tentang kekuasaan diantaranya; Niccolo, Machiavelli, Thomas Hobbes, Max Weber, Michel Foucault dan Hannah Arendt, tanpa bermaksud mengabaikan yang lain. Dalam Leviathan.
Hobbes menyebutkan bahwa secara umum kekuasaan seseorang adalah saripati dari segala sarana yang dipakainya untuk meraih tujuan-tujuan di masa depan. Nampaknya Hobbes menganggap kekuasaan sebagai sebuah instrumen yang operasional dalam pencapaian kehendak-kehendak manusia. Menurutnya terdapat dua bentuk (formal) kekuasaan, yaitu natural dan artifisial.
  1. Kekuasaan natural berdasarkan pada ciri-ciri istimewa dari tubuh atau pikiran manusia, misalnya pada kekuatan dan bentuk tubuhnya, kecerdasan pikirannya, keterampilan tangannya, kefasihannya dalam berbicara, dan juga kemurahan hatinya.
  2. Sementara kekuasaan artifisial, mencakup sarana dan alat-alat untuk meningkatkan kekuasaannya. Hal itu didapatkan entah lewat ciri-ciri istimewa di atas atau lewat keberuntungan, misalnya kekayaan, nama baik, kawan-kawan atau pertolongan Tuhan yang tidak nampak. (http:/Diskusi Legitimasi Kekuasaan Pemerintah dan Adat.htm)


III ANALISIS
3.1       Analisis perbandingan cerpen “Putrajaya dari Malaysia”
Sinopsis:
Keberaan Puterajaya sebagai orang yang berkuasa terhadap pengelolaan pemerintahan negara ditentang oleh putera petah. Putera petah dengan berbagai jalan pikirannya yang ingin merasuki orang lain bahwa puterjaya mungkin bukan keturunan asli raja. Jadi dia tidak berwenang terhadap pengelolaan pemerintahan negara tersebut. Akan tetapi pada akhirnya bahwa putera petah sadar bahwa yang dilakukannya dan tindak kuasa terhadap dirinya sendiri dalam menjatuhkan putera puterajaya sirna. Karena terlihat kenyataan bahwa putera puterajaya memiliki kemampuan tertentu dan lebih pantas dalam mengatur serta mengelola pemerintahan. Hanya kebencian dalam diri putera petah harus disingkirkan. Diganti dengan dugaan dan kerjasama dalam membangun pemerintahan itu sendiri sehingga akan menjadi pemerintahan yang diinginkan selama ini yaitu pemerintahan Islam dunia.  

Data:
Ketidakinginan bahwa putera petah dipimpin adalah salah satu naluri yang dimilikinya. Tidak ada keinginan bahwa dia dipimpin oleh orang yang sebaya usia dengannya. Dia merasa bahwa memiliki kedudukan yang sama dan sama-sama memiliki kuasa.

Ketika seseorang dari putera petah menjawab “Kami dipimpin ketua sebaya usia”
( 302)

Kekuasaannya ia katakan bahwa dia yang diberi amanah untuk menciptakan dan mengelola pemerintahan negara Islam Madinah.

“Kami adalah generasi baru yang diamanahi mengendalikan Puterajaya membentuk sebuah pusat pemerintahan negara yang bercirikan negara Islam Madinah.”(303)

Dia berkata kepada wartawan dengan mudah, mengolok-olok karena orang itu lebih tinggi kedudukannya.

“Sebodoh itulah wartawan di negaranya?”(303)

Tuduhan terhadap puteraputrajaya sangat menyakitkan. Puterajaya dituduh bahwa dia bukan hasil keturunan raja yang dapat memangku jabatannya sebagai putera tahta yang memiliki kuasa dan berhak untuk mengelola pemerintahan. Tetapi malah dia dituduh dan dianggap hasil Hon induk yaitu bahwa bukan keturunan asli dari raja. Hasil Hon induk menurut kamus yaitu kumpulan turunan dari sel induk tunggal dengan reproduksi aseksual. Berbagai dugaan yang ia bayangkan adalah proses bahwa dia masih merasa berkuasa dalam ketidakterimaan terhadap pimpinanya. Dia masih berharap bahwa pemimpin yang sebaya usia dengannya itu bukan yang berwenang mengelola tahta.

Pemimpin jadi nanar. Teringat kata-kata penasehatnya, “Bagimana jikalau putera-putera itu adalah hasil Hon induk? Ya  bukan hanya tumbuhan boleh diklon. Manusia juga sudah diikhtiarkan. Masih ingat pada dolly, bin-bin pertama di dunia diklon melalui kaedah In Vitro Fertilisation (IFT/ Gifst)?” Andaian penasehat tambah merisaukan pemimpin. Logik juga jika pertubuhan yang telah dihramkan itu telah meninggalkan Idonnya. Pemimpin terfikir, mungkin kajian yang pernah dilakukan Stemcell Sciences di negara kangguru pada 1999 diteruskan kumpulan itu.
Fikirnya lagi, dunia semakin gila. Mungkinkah proses pengklonan yang bermula daripada pengambilan gen atau sel matang seseorang untuk dijadikan seorang lagi manusia yang mempunyai kandungan genetik 100 peratus sama dengan induknya itu benar-benar akan menggugat kuasanya?(304)

Putera petah menambahkan bahwa dirinya bahwa berbagai pertanyaan yang berada dalam pikirannya. Berusaha dia keluarkan. Dia tidak sadar bahwa meskipun “iya tidaknya putera puterajaya itu memiliki wewenang untuk mengelola pemerintahan tetap saja putera puterajaya adalah orang terpilih dalam urusan ini.

Terpikir pula dia, siapakah putera-putera itu? Logikkah satu generasi tiba-tiba sahaja muncul entah darimana? Setahunya, orang-orang besar yang mendiami Puterajaya semuanya dikenali.(305)

Akhirnya yang menentang putera puterajaya, putera petah menerima kekuasaan pada putera puterajaya. Dan tindak kuasa terhadap dirinya telah dia dedahkan. Telah ia hilangkan dalam pikirannya. Dan dia ikhlas dengan berharap pemerintahan dapat di jadikan pusat pengembangan Islam dunia.

“Biar apa pun tanggapan manusia terhadap Puterajaya, kita tetap dengan rancangan yang telah lama terbina. Puterajaya, kita tetap kita jadikan pusat pengembangn Islam dunia. Tuhan tidak pernah melarang pembangunan, asalkan seimbang dengan tuntutan kerohanian. (307)

Nasehat yang diberikan dalam cerpen ini terdapat pada bagian akhir yaitu kekuasaan bukanlah segalanya. Tetapi dengan kerjasama maka manusia akan terhapus dari sifat dengki, riak dan takbur. Gila kuasa dan sebagainya akan sirna

“Kerjasa itu ada dalam diri masing-masing. Hapuskan segala hasad dengki, riak, dan takbur. Niat henyak menghenyak, gila kuasa, itulah musuh kita.”
3.2       Analisis perbandingan cerpen”Ulat dalam Sepatu”karya Gustf sakai
Sinopsis:
Khairul Safar adalah seorang seniman. Katakanlah ia seorang seniman ukir, beberapa waktu sebelum ia mendapat undangan pameran. Dia sering datang ke kantor Gubernur untuk menyerahkan surat kepada atasan (Pak Sek). Tapi dia selalu tidak mendapat respon karena perempuan yang menjabat staf Pak Sek selalu mengatakan bahwa atasannya sibuk, tidak bisa diganggu. Saat itu perempuan itu menjanjikan bahwa pada hari sabtu bisa bertemu dengan atasannya. Ketika ada undangan dari pusat pameran di Jakarta terhadap ukiran kedainya , dia sudah agak malas bertemu dengan perempuan itu dan meminta persetujuan kepada atasannya berkaitan meminta tembusan keberangkatan ke Jakarta. Tapi karena bujukan dari pak Hasril (wartawan koran terbitan lokal) dan orang –orang disekitar wilayahnya, akhirnya dengan niat dia datang ke kantor Gubernur itu untuk meminta persetujuan. Masih seperti seminggu sebelumnya, perempuan itu masih bersikap dengan acuh dan sok sibuk dengan menyuruh Khairul kembali lagi seminggu lagi. Tepatnya senin depan. Akhirnya Khairul merasa kecewa.
Karena tuntutannya hanya untuk meminta persetujuan saja tidak dikabulkan. Atasan hanya sibuk kesana kemari, perempuan itu juga selalu mengiyakan apa yang dikatakan atasannya. Diapun berlagak sibuk. Sibuk untuk atasannya. Khairul dari awal memandang sepatu butut di sudut lemari dan meja masih tergeletak. Padahal seharusnya sudah hilang. Kemudian saat Khairul mencoba untuk mengambil sepatu itu ternyata sepatu itu lengket seakan-akan lama disitu tak pernah ada yang menyadarinya. Diambilnya sepatu itu ternyata didalamnya banyak sekali ulatnya. Sampai ia putus asa terhadap sikap atasan dan perempuan itu terhadapnya, ia merasa bahwa seakan-akan pula sepatu itu bukan disudut melainkan berpindah di tengah, dan ulatnya mulai menjalar ke tembok-tembok bahkan  ke jendela, kepintu hingga tak terlihat perbedaannya. Sampai akhirnya dia tidak sedikitpun ada minat untuk kembali ke kantor itu lagi. Suatu saat Khairul naik bis melewati kantor itu, dia malah melihat tembok pada kantor itu berubah catnya. Bukan berganti cat, tapi ulatnya sudah menjalar memenuhi gedung itu.

Data: Melihat dari sosok pejabat ( Pak Sek )
            Khairul mengharap bahwa suratnya dapat diterima dalam waktu yang cepat sehingga ia akan melanjutkan urusan suratnya kepada yang lain. Tapi kelihatannya atasan perempuan itu belum ada waktu terhadap surat Khairul karena keperluannya terhadap urusan lain. Timbul beberapa pertanyaan pada Khairul, ada apa dengan Pak Sek. Kenapa hanya menyetujui suratnya saja sampai harus menunggu lima hari?

”................., adakah perempuan itu benar-benar telah menyampaikan surat saya kepada atasannya? Tidakkah ia hanya pura-pura saja, kemudian membiarkan saya menunggu, agar ia merasa penting? Atau, surat itu mungkin telah diserahkannya. Atasannyalah yang belum ada waktu. Demikian sibukkah pejabat yang harus saya temui? Begitu banyakkah pekerjaannya sehingga masih harus menunggu? Sudah lima hari. Kalau benar pejabat itu begitu sibuknya, sungguh kasihan”
(Gus Tf  4:3)

            Khairul merasa bosan karena sudah sekitar lima hari di kantor Gubernur tak pernah ada jawaban. Pada saat disana ia merasa tak ada gunanya. Hanya menunggu saja. Bahkan tak pernah terbesit pada hati Atasan perempuan bahwa ada seseorang yang menunggunya lama sekali hingga mondar mandir menghabiskan waktu selama lima hari. Sehingga Khairul merasa sia-sia saja jika kesana. Hanya untuk menerima undangan dari pameran itu yang dia anggap penting.

”sebetulnya saya tak yakin apakah saya memang perlu melakukan ini: datang ke kantor Gubernur. Semuanya bukan keinginan saya dan saya ragu apakah pameran itu ada gunanya. Tapi dasar nasib, pak pos......”(Gus Tf 4:7)
            Ada harapan yang lebih, saat dijanjikan oleh perempuan itu bahwa pada saat itu atasannya (Pak Sek) bisa menemuinya. Dan menyetujui undangan dari Jakarta yang dia bawa. Dengan kesopanan dan gaya ramah dia lakukan ketika dia menghilangkan rasa bosannya dahulu. Mengharap keinginannya akan dikabulkan. Tapi masih sia-sia. Kekecewaannya bertambah saat perempuan itu mengatakan begini

”.................saya tersenyum, mengangguk, mengucap selamat pagi tapi rupanya ia terburu-buru, seraya melangkah ke ruangan atasannya, ia berkata ”senin depan saja bapak kemari. Pak Sek hari ini harus ke Jakarta dan seminggu lagi baru kembali”(Gus Tf 5:7)

            Ketika saya (Khairul) merasa kecewa, curiga, bahkan berburuk sangka terhadap keadaan yang tidak seperti yang diinginkan, atasan yang ingin ditemui sibuk. Pergi ke Denpasar, ke Jakarta. Dengan mudah kesana kemari. Tak pernah menghiraukan sedikitpun ada seseorang yang membutuhkannya. Menunggu untuk sepuluh hari sangatlah lama dan ini membutuhkan kesabaran penuh. Jika dipikir, Khairul seharusnya marah dan menghujat saja atasan itu. Hanya untuk menyetujui suratny saja tak ada waktu. Padahal untuk menyetujui, menandatangani tak pernah membutuhkan waktu yang lama. Tapi keheranan itu masih menyelimuti hati Khairul.

”dengan tetap terbengong-bengong, saya sampai ke meja perempuan staf pejabat itu. Mungkin tak sepenuhnya saya mendengar ketika ia berkata ”maaf Pak, Pak Sek sebentar lagi harus ke Denpasar dan kembali ke Jakarta. Kira-kira dua minggu atau sepuluh hari lagilah kemari”(Gus Tf 6:9)
            Kepentingan pejabat menjadikan segala urusan lain tidak penting, di nomerduakan!! Padahal urusan itu untuk Khairul adalah segalanya. Ini adalah ironi bagi para pejabat yang mengakui dirinya ”sok sibuk” dan selalu menyibukkan dirinya.

”Bapak ini bagaimana?! Sudah saya katakan Pak Sek harus berangkat. Urusan penting!”(Gus Tf 6:10)

            Seperti inilah khairul menyadari bahwa memang pejabat memandang kecil seseorang yang tidak punya jabatan. Manusia biasa seperti saya yang tak punya wewenang sedikitpun untuk menggugat kesibukan petinggi itu. Yang bebas melakukan apa saja yang penguasa inginkan. Khairul malu terhadap kesibukan dirinya. Terlalu menginginkan sesuatu yang tak pernah tercapai. Tak pernah sedikitpun digubris. Sikap acuh Pejabat itu membuat Khairul Jera. Setidaknya yang ada dibenaknya adalah Pejabat yang adil, tidak semena-mena kepada rakyatnya.

”ya,ya....”saya tergagap dan merasa malu ketika menyadari bahwa urusan pejabat itu tentu lebih penting dari sekedar undangan pameran saya..”(Gus Tf 6:11)

IV SIMPULAN
4.1 Membangun masyarakat yang manusiawi.
            Suatu pembangunan hanya dapat mempertahankan mutu manusiawinya apabila dilandasi oleh sikap hormat terhadap manusia. Hormat tehadap manusia berarti mengakui kedudukan yang sama, tidak memperlakukan secara objektif perencanaan. Berorientasi  pada harapan-harapannya. Tidak pernah mengorbankan pihak yang satu demi keuntungan pihak yang lain, tidak membeli kemajuan dengan menyengsarakan orang lain.
           

4.2 Cerpen “Putrajaya dari Malaysia”
            Pada cerpen ini adalah bentuk dari kekuasaan natural yaitu pada saat putera petah yang menduga-duga pula berusaha untuk menyakinkan kepada orang lain bahwa putera-puterajaya bukan asli keturunan raja sehingga tidak berwenang pula terhadap pengelolaan pemerintahan negaranya.

4.3 Cerpen”Ulat dalam Sepatu”
Simpulan dari cerpen ini adalah bentuk kekuasaan artifisial yaitu pada pengungkapan ini terlihat dari data diatas bahwa tidak adanya rasa kemanusiaan dari Pejabat terhadap rakyat. Khairul membutuhkan Pejabat itu untuk memberikan tembusan kepadanya untuk menghadiri undangan pameran ke Jakarta, tapi Pejabat itu tak menghiraukan. Lebih penting ia terhadap kesibukannya. Padahal salah satu pemimpin sebagai pamong rakyat adalah memiliki rasa hormat, peduli, menghargai kepada rakyat dan kepada sesama manusia.
Jadi :
Keterpengaruhan terletak pada kekuasaan. Cerpen Putrajaya dan Ulat dalam Sepatu sama-sama memiliki latar belakang kekuasaan. Hal ini adalah bagian dari unsur intrinsik yaitu pada karakter tokoh


DAFTAR PUSTAKA
Teeuw. ___. Sastra dan Ilmu Sastra. Yogjakarta: Pustaka Jaya-Girimukti Pasaka
Ariadinata, Joni. 2006. Dongeng Penunggu Sore dalam Taufik Ismalil dkk, Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB) 2007. Jakarta: Majalah Sastra Horison dan Departeman Pendidikan Nasional.
Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Jaya
Pradopo, Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama
Hadi, Abdul. 2008. Cerpen Ulat dalam Sepatu karya Gustf Sakai. Majalah sastra Horison
............Cerpen Puterajaya. Malaysia
(http:/Diskusi Legitimasi Kekuasaan Pemerintah dan Adat.htm)










Tidak ada komentar:

Posting Komentar