TINDAK KUASA THOMAS HOBBES
DALAM CERPEN ”PUTRAJAYA”
DAN CERPEN “ULAT DALAM SEPATU”
(karya Gus tf Sakai)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya
sastra adalah hasil karya imajinasi manusia yang diungkapkan dalam karya
sastra. Manusia memberikan pengalaman dan pengaruhnya dari apa yang dilihat dan
di dengar serta dirasakan manusia itu sendiri untuk tujuan menciptakan karya
sastra baru. Terkadang kita masih membingungkan dengan karya sastra itu
sendiri. Bagaimana cara untuk mengapresiasi menjadi karya sastra yang memiliki
manfaat bagi orang lain. Karena untuk dapat bermanfaat karya sastra itu
haruslah dapat diterima dengan cara pembaca melakukan hal yang benar dengan
menganalisisnya menurut kacamata pribadi dan teori ataupun hukum yang telah
dikemukakan sebelumnya sebelum karya sastra itu muncul.
Kondisi masyarakat di setiap wilayah,
terlebih negara, berbeda-beda. Perbedaan yang paling mendasar biasanya terletak
pada aspek letak gografis, bahasa, dan kondisi sosial politik. Ketiga apek
tersebut yang menjadi bagian penting dalam mengkaji sastra bandingan. Namun
demikian, Saman (2004: 2) mengatakan bahwa kesusastraan bandingan kini
membawakan perpektif wilayah baru, radikal serta pragmatik untuk kita di
Nusantara ini, sebagai suatu kelompok bangsa yang pernah dipecah-perintah
penjajah Barat, mengalami segala derita hidup serta kolonialisasi; paling
penting memiliki lebih banyak persamaan kehidupan berbanding perbezaan: bahasa,
budaya, kepercayaan, ekonomi, falsafah, sejarah dan lain-lain yang relevan.
Jadi dapat dikatakan bahwa dengan adanya sastra bandingan, segala perbedaan di
suatu negara dengan negara lain, baik bahasa, budaya, dan ekonomi, dapat
dipadukan untuk menemukan persamaan dalam rangka membangun kemakmuran bersama. Kehadiran
sastra bandingan adalah untuk menghadirkan persamaan maupun perbedaan karya
sastra dari negara satu dengan negara lainnya. Benedecto (dalam Giffod dalam
Suwardi, 2004: 128), berpendapat bahwa studi sastra bandingan adalah kajian
yang berupa eksplorasi perubahan (vicissitude), alternation (penggantian),
pengembangan (development), dan perbedaan timbal balik di antara dua karya atau
lebih.
Teeuw mengatakan bahwa seorang pencipta
atau seorang pembaca karya sastra tidak mencipta ataupun menanggapinya dalam
situasi vakum, kehampaan mutlak. Mereka terikat oleh beberapa ikatan dan harus
takluk pada keterbatasan. Maka dasar dari keterbatasan itu adalah teori yang
telah dikemukakan dalan beberapa kajian sehingga bentuknya sangat komperehensif
dan analisa yang tepat.
Sastra bandingan adalah merupakan bagian
dari penanggapan dan sifat penghargaan pembaca terhadap karya sastra.
Perbandingan ini tidak hanya terpaku pada satu cipta dari satu negara saja.
Tetapi perbandingan antar dua karya sastra atau lebih. Maka tertulis bahwa
karya sastra Malaysia dengan Indonesia merupkan perbandingan yang menarik. Karya sastra Malaysia memiliki dasar
keIslaman yang kental. Sehingga banyak sebagian karya sastranya diciptakan oleh
faktor tersebut. Keterpengatruhan didalam karya sastra adalah sebuah proses
kreatif untuk menghasilkan karya sastra.
1.2 Rumusan Masalah
A. Apakah sastra bandingan
itu?
B. Bagaimanakah tindak kuasa
Thomas Hobbes?
1.3 Tujuan
- Memberitahukan kepada mahasiswa akan pentingnya mengkaji sastra bandingan
- Sebagai latihan cara menganalisis karya sastra yang berarti pula belajar menganalisis kehidupan
- Mengetahui sastra bandingan dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan karya sastra dapat berkembang pesat.
1.4 Manfaat
- Melatih diri dalam mempelajari sastra bandingan secara mendalam
- Turut serta dalam mengembangkan ilmu sastra bandingan
- Kajian makalah ini dapat menjadi terapan dalam mempelajari sastra bandingan secara mendalam
II. TELAAH
PUSTAKA
2.1 Definisi Sastra Bandingan
Sastra
bandingan adalah merupakan bagian dari penanggapan dan sifat penghargaan
pembaca terhadap karya sastra. Perbandingan ini tidak hanya terpaku pada satu cipta dari satu negara saja.
Definisi sastra bandingan adalah terjemahan dari bahasa Inggris yaitu Comparative
Literature, atau dari bahasa Prancis, La Litterature Comparee. Menurut
sejarahnya sastra bandingan sebagai ilmu, mempunyai dua aliran yaitu aliran
Prancis (aliran lama) dan aliran Amerika (aliran baru). Dua definisi pada
sastra bandingan, dua definisi pula pada kedua alirannya. Jika di aliran
Prancis, sastra bandingan adalah membandingkan dua karya sastra dari dua negara
yang berbeda. Sedangkan pada aliran Amerika sastra nbandingan adalah
membandingkan dua karya sastra dari dua negara yang berbeda dan membandingkan
karya sastra dengan bidang ilmu dan seni tertentu. (Mulyana, __:1)
Paul van Tienghem mencoba memberi penjelasan
mengenai sastra bandingan yang hadir di luar lingkungan atau melibatkan dua
sastra yang berlainan. Terdapat empat sudut pandang sastra bandingan yaitu
sudut pandang ruang, waktu, kualitas, dan intensitas.
(Lihat Mulyana, __:8)
2.2 Tindak Kuasa
Kekuasaan adalah gejala yang lumrah
terdapat dalam setiap masyarakat dalam bentuk hidup bersama. Kekuasaan dapat
berbentuk hubungan dalam arti ada satu pihak yang berkuasa dan yang lain
dikuasai (diperintah), dengan demikian manusia merupakan subyek sekaligus obyek
dari kekuasaan misalnya; pemerintah membuat suatu undang-undang
(subyek),disamping itu juga dia harus tunduk dan patuh terhadap Undang-Undang
(obyek). Max Weber merumuskan bahwa kekuasaan merupakan kemampuan individu
dalam hubungan sosial untuk mewujudkan keinginannya di dalam suatu tindakan komunal
meskipun melawan arus tentangan dan resistensi individu lain yang terlibat dalam
tindakan tersebut.
Sedangkan Foucault,
melihat kekuasaan sebagai seluruh tindakan yang menekan
dan mendorong
tindakan-tindakan lain melalui rangsangan, persuasi atau bisa juga
dengan melalui paksaan
dan larangan. Lebih jauh Foucault mengatakan bahwa kekuasaan mencakup semua hal
dan datang dari mana-mana. Dengan demikian kekuasaan dapat diartikan, sebagai
upaya seseorang ataupun kelompok untuk menguasai orang lain dalam berbagai
bentuk yang karenanya terjadi pertentangan antara keduanya dimana salah satunya
dapat menguasai yang lain sehingga terjadi dominasi pada pihak lain.
2.3 Tindak Kuasa Thomas Hobbes (1558-1679)
Kekuasan yang
maknai sebagai upaya seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi orang lain agar
sesuai dengan tujuan dan keinginan orang yang berkuasa, tidaklah memiliki makna
atau definisi tunggal, sebaliknya memiliki makna yang begitu luas. Dengan
pendefinisian terhadap kekuasaan yang begitu luas akan di kemukakan secara
singkat beberapa pemikiran ahli tentang kekuasaan diantaranya; Niccolo, Machiavelli,
Thomas Hobbes,
Max Weber, Michel Foucault dan Hannah Arendt, tanpa bermaksud mengabaikan yang
lain. Dalam Leviathan.
Hobbes menyebutkan
bahwa secara umum kekuasaan seseorang adalah saripati dari segala sarana yang
dipakainya untuk meraih tujuan-tujuan di masa depan. Nampaknya Hobbes menganggap kekuasaan sebagai sebuah
instrumen yang operasional dalam pencapaian kehendak-kehendak manusia.
Menurutnya terdapat dua bentuk (formal) kekuasaan, yaitu natural dan artifisial.
- Kekuasaan natural berdasarkan pada ciri-ciri istimewa dari tubuh atau pikiran manusia, misalnya pada kekuatan dan bentuk tubuhnya, kecerdasan pikirannya, keterampilan tangannya, kefasihannya dalam berbicara, dan juga kemurahan hatinya.
- Sementara kekuasaan artifisial, mencakup sarana dan alat-alat untuk meningkatkan kekuasaannya. Hal itu didapatkan entah lewat ciri-ciri istimewa di atas atau lewat keberuntungan, misalnya kekayaan, nama baik, kawan-kawan atau pertolongan Tuhan yang tidak nampak. (http:/Diskusi Legitimasi Kekuasaan Pemerintah dan Adat.htm)
III ANALISIS
3.1 Analisis perbandingan cerpen “Putrajaya dari Malaysia”
Sinopsis:
Keberaan Puterajaya sebagai orang yang berkuasa terhadap pengelolaan
pemerintahan negara ditentang oleh putera petah. Putera petah dengan berbagai
jalan pikirannya yang ingin merasuki orang lain bahwa puterjaya mungkin bukan
keturunan asli raja. Jadi dia tidak berwenang terhadap pengelolaan pemerintahan
negara tersebut. Akan tetapi pada akhirnya bahwa putera petah sadar bahwa yang
dilakukannya dan tindak kuasa terhadap dirinya sendiri dalam menjatuhkan putera
puterajaya sirna. Karena terlihat kenyataan bahwa putera puterajaya memiliki
kemampuan tertentu dan lebih pantas dalam mengatur serta mengelola
pemerintahan. Hanya kebencian dalam diri putera petah harus disingkirkan.
Diganti dengan dugaan dan kerjasama dalam membangun pemerintahan itu sendiri
sehingga akan menjadi pemerintahan yang diinginkan selama ini yaitu pemerintahan
Islam dunia.
Data:
Ketidakinginan bahwa putera petah dipimpin adalah
salah satu naluri yang dimilikinya. Tidak ada keinginan bahwa dia dipimpin oleh
orang yang sebaya usia dengannya. Dia merasa bahwa memiliki kedudukan yang sama
dan sama-sama memiliki kuasa.
Ketika seseorang dari putera petah
menjawab “Kami dipimpin ketua sebaya usia”
( 302)
Kekuasaannya ia katakan bahwa dia yang
diberi amanah untuk menciptakan dan mengelola pemerintahan negara Islam Madinah.
“Kami
adalah generasi baru yang diamanahi mengendalikan Puterajaya membentuk sebuah
pusat pemerintahan negara yang bercirikan negara Islam Madinah.”(303)
Dia berkata kepada wartawan dengan mudah,
mengolok-olok karena orang itu lebih tinggi kedudukannya.
“Sebodoh itulah wartawan di negaranya?”(303)
Tuduhan terhadap puteraputrajaya sangat
menyakitkan. Puterajaya dituduh bahwa dia bukan hasil keturunan raja yang dapat
memangku jabatannya sebagai putera tahta yang memiliki kuasa dan berhak untuk
mengelola pemerintahan. Tetapi malah dia dituduh dan dianggap hasil Hon induk
yaitu bahwa bukan keturunan asli dari raja. Hasil Hon induk menurut kamus yaitu
kumpulan turunan dari sel induk tunggal dengan reproduksi aseksual. Berbagai
dugaan yang ia bayangkan adalah proses bahwa dia masih merasa berkuasa dalam
ketidakterimaan terhadap pimpinanya. Dia masih berharap bahwa pemimpin yang
sebaya usia dengannya itu bukan yang berwenang mengelola tahta.
Pemimpin jadi nanar. Teringat kata-kata
penasehatnya, “Bagimana jikalau putera-putera itu adalah hasil Hon induk? Ya bukan hanya tumbuhan boleh diklon. Manusia
juga sudah diikhtiarkan. Masih ingat pada dolly, bin-bin pertama di dunia
diklon melalui kaedah In Vitro Fertilisation (IFT/ Gifst)?” Andaian penasehat
tambah merisaukan pemimpin. Logik juga jika pertubuhan yang telah dihramkan itu
telah meninggalkan Idonnya. Pemimpin terfikir, mungkin kajian yang pernah
dilakukan Stemcell Sciences di negara kangguru pada 1999 diteruskan kumpulan
itu.
Fikirnya lagi, dunia semakin gila.
Mungkinkah proses pengklonan yang bermula daripada pengambilan gen atau sel
matang seseorang untuk dijadikan seorang lagi manusia yang mempunyai kandungan
genetik 100 peratus sama dengan induknya itu benar-benar akan menggugat
kuasanya?(304)
Putera petah menambahkan bahwa dirinya
bahwa berbagai pertanyaan yang berada dalam pikirannya. Berusaha dia keluarkan.
Dia tidak sadar bahwa meskipun “iya tidaknya putera puterajaya itu memiliki
wewenang untuk mengelola pemerintahan tetap saja putera puterajaya adalah orang
terpilih dalam urusan ini.
Terpikir pula dia, siapakah putera-putera
itu? Logikkah satu generasi tiba-tiba sahaja muncul entah darimana? Setahunya,
orang-orang besar yang mendiami Puterajaya semuanya dikenali.(305)
Akhirnya yang menentang putera puterajaya, putera
petah menerima kekuasaan pada putera puterajaya. Dan tindak kuasa terhadap
dirinya telah dia dedahkan. Telah ia hilangkan dalam pikirannya. Dan dia ikhlas
dengan berharap pemerintahan dapat di jadikan pusat pengembangan Islam dunia.
“Biar apa pun tanggapan manusia terhadap
Puterajaya, kita tetap dengan rancangan yang telah lama terbina. Puterajaya,
kita tetap kita jadikan pusat pengembangn Islam dunia. Tuhan tidak pernah
melarang pembangunan, asalkan seimbang dengan tuntutan kerohanian. (307)
Nasehat yang diberikan dalam cerpen ini
terdapat pada bagian akhir yaitu kekuasaan bukanlah segalanya. Tetapi dengan
kerjasama maka manusia akan terhapus dari sifat dengki, riak dan takbur. Gila
kuasa dan sebagainya akan sirna
“Kerjasa itu ada dalam diri masing-masing.
Hapuskan segala hasad dengki, riak, dan takbur. Niat henyak menghenyak, gila
kuasa, itulah musuh kita.”
3.2 Analisis
perbandingan cerpen”Ulat dalam Sepatu”karya Gustf sakai
Sinopsis:
Khairul Safar adalah seorang seniman.
Katakanlah ia seorang seniman ukir, beberapa waktu sebelum ia mendapat undangan
pameran. Dia sering datang ke
kantor Gubernur untuk menyerahkan surat kepada atasan (Pak Sek). Tapi dia
selalu tidak mendapat respon karena perempuan yang menjabat staf Pak Sek selalu
mengatakan bahwa atasannya sibuk, tidak bisa diganggu. Saat itu perempuan itu
menjanjikan bahwa pada hari sabtu bisa bertemu dengan atasannya. Ketika ada
undangan dari pusat pameran di Jakarta terhadap ukiran kedainya , dia sudah
agak malas bertemu dengan perempuan itu dan meminta persetujuan kepada
atasannya berkaitan meminta tembusan keberangkatan ke Jakarta. Tapi karena
bujukan dari pak Hasril (wartawan koran terbitan lokal) dan orang –orang
disekitar wilayahnya, akhirnya dengan niat dia datang ke kantor Gubernur itu
untuk meminta persetujuan. Masih seperti seminggu sebelumnya, perempuan itu
masih bersikap dengan acuh dan sok sibuk dengan menyuruh Khairul kembali lagi
seminggu lagi. Tepatnya senin depan. Akhirnya Khairul merasa kecewa.
Karena tuntutannya hanya untuk meminta
persetujuan saja tidak dikabulkan. Atasan hanya sibuk kesana kemari, perempuan itu juga selalu mengiyakan apa
yang dikatakan atasannya. Diapun berlagak sibuk. Sibuk untuk atasannya. Khairul
dari awal memandang sepatu butut di sudut lemari dan meja masih tergeletak.
Padahal seharusnya sudah hilang. Kemudian saat Khairul mencoba untuk mengambil
sepatu itu ternyata sepatu itu lengket seakan-akan lama disitu tak pernah ada
yang menyadarinya. Diambilnya sepatu itu ternyata didalamnya banyak sekali
ulatnya. Sampai ia putus asa terhadap sikap atasan dan perempuan itu
terhadapnya, ia merasa bahwa seakan-akan pula sepatu itu bukan disudut
melainkan berpindah di tengah, dan ulatnya mulai menjalar ke tembok-tembok
bahkan ke jendela, kepintu hingga tak
terlihat perbedaannya. Sampai akhirnya dia tidak sedikitpun ada minat untuk
kembali ke kantor itu lagi. Suatu saat Khairul naik bis melewati kantor itu,
dia malah melihat tembok pada kantor itu berubah catnya. Bukan berganti cat, tapi ulatnya sudah menjalar
memenuhi gedung itu.
Data: Melihat dari sosok pejabat ( Pak Sek )
Khairul
mengharap bahwa suratnya dapat diterima dalam waktu yang cepat sehingga ia akan
melanjutkan urusan suratnya kepada yang lain. Tapi kelihatannya atasan
perempuan itu belum ada waktu terhadap surat Khairul karena keperluannya
terhadap urusan lain. Timbul
beberapa pertanyaan pada Khairul, ada apa dengan Pak Sek. Kenapa hanya menyetujui suratnya saja sampai harus
menunggu lima hari?
”.................,
adakah perempuan itu benar-benar telah menyampaikan surat saya kepada
atasannya? Tidakkah ia hanya pura-pura saja, kemudian membiarkan saya menunggu,
agar ia merasa penting? Atau, surat itu mungkin telah diserahkannya.
Atasannyalah yang belum ada waktu. Demikian sibukkah pejabat yang harus saya
temui? Begitu banyakkah pekerjaannya sehingga masih harus menunggu? Sudah lima
hari. Kalau benar pejabat itu begitu sibuknya, sungguh kasihan”
(Gus
Tf 4:3)
Khairul
merasa bosan karena sudah sekitar lima hari di kantor Gubernur tak pernah ada
jawaban. Pada saat disana ia merasa tak ada gunanya. Hanya menunggu saja.
Bahkan tak pernah terbesit pada hati Atasan perempuan bahwa ada seseorang yang
menunggunya lama sekali hingga mondar mandir menghabiskan waktu selama lima
hari. Sehingga Khairul merasa sia-sia saja jika kesana. Hanya untuk menerima
undangan dari pameran itu yang dia anggap penting.
”sebetulnya
saya tak yakin apakah saya memang perlu melakukan ini: datang ke kantor
Gubernur. Semuanya bukan keinginan saya dan saya ragu apakah pameran itu ada
gunanya. Tapi dasar nasib, pak pos......”(Gus Tf 4:7)
Ada
harapan yang lebih, saat dijanjikan oleh perempuan itu bahwa pada saat itu
atasannya (Pak Sek) bisa menemuinya. Dan menyetujui undangan dari Jakarta yang
dia bawa. Dengan kesopanan dan gaya ramah dia lakukan ketika dia menghilangkan
rasa bosannya dahulu. Mengharap keinginannya akan dikabulkan. Tapi masih
sia-sia. Kekecewaannya bertambah saat perempuan itu mengatakan begini
”.................saya
tersenyum, mengangguk, mengucap selamat pagi tapi rupanya ia terburu-buru, seraya
melangkah ke ruangan atasannya, ia berkata ”senin depan saja bapak kemari. Pak
Sek hari ini harus ke Jakarta dan seminggu lagi baru kembali”(Gus Tf 5:7)
Ketika
saya (Khairul) merasa kecewa, curiga, bahkan berburuk sangka terhadap keadaan
yang tidak seperti yang diinginkan, atasan yang ingin ditemui sibuk. Pergi ke
Denpasar, ke Jakarta. Dengan mudah kesana kemari. Tak pernah menghiraukan
sedikitpun ada seseorang yang membutuhkannya. Menunggu untuk sepuluh hari sangatlah lama dan ini
membutuhkan kesabaran penuh. Jika dipikir, Khairul seharusnya marah dan
menghujat saja atasan itu. Hanya untuk menyetujui suratny saja tak ada waktu.
Padahal untuk menyetujui, menandatangani tak pernah membutuhkan waktu yang
lama. Tapi keheranan itu masih menyelimuti hati Khairul.
”dengan
tetap terbengong-bengong, saya sampai ke meja perempuan staf pejabat itu.
Mungkin tak sepenuhnya saya mendengar ketika ia berkata ”maaf Pak, Pak Sek
sebentar lagi harus ke Denpasar dan kembali ke Jakarta. Kira-kira dua minggu
atau sepuluh hari lagilah kemari”(Gus Tf 6:9)
Kepentingan pejabat menjadikan segala
urusan lain tidak penting, di nomerduakan!! Padahal urusan itu untuk Khairul
adalah segalanya. Ini adalah ironi bagi para pejabat yang mengakui dirinya ”sok
sibuk” dan selalu menyibukkan dirinya.
”Bapak ini bagaimana?! Sudah saya katakan
Pak Sek harus berangkat. Urusan penting!”(Gus Tf 6:10)
Seperti
inilah khairul menyadari bahwa memang pejabat memandang kecil seseorang yang
tidak punya jabatan. Manusia biasa seperti saya yang tak punya wewenang
sedikitpun untuk menggugat kesibukan petinggi itu. Yang bebas melakukan apa
saja yang penguasa inginkan. Khairul malu terhadap kesibukan dirinya. Terlalu
menginginkan sesuatu yang tak pernah tercapai. Tak pernah sedikitpun digubris.
Sikap acuh Pejabat itu membuat Khairul Jera. Setidaknya yang ada dibenaknya
adalah Pejabat yang adil, tidak semena-mena kepada rakyatnya.
”ya,ya....”saya tergagap dan merasa malu
ketika menyadari bahwa urusan pejabat itu tentu lebih penting dari sekedar
undangan pameran saya..”(Gus Tf 6:11)
IV SIMPULAN
4.1 Membangun masyarakat yang manusiawi.
Suatu
pembangunan hanya dapat mempertahankan mutu manusiawinya apabila dilandasi oleh
sikap hormat terhadap manusia. Hormat tehadap manusia berarti mengakui
kedudukan yang sama, tidak memperlakukan secara objektif perencanaan.
Berorientasi pada harapan-harapannya.
Tidak pernah mengorbankan pihak yang satu demi keuntungan pihak yang lain,
tidak membeli kemajuan dengan menyengsarakan orang lain.
4.2 Cerpen “Putrajaya dari
Malaysia”
Pada cerpen ini adalah
bentuk dari kekuasaan natural yaitu pada saat putera petah yang menduga-duga pula berusaha untuk
menyakinkan kepada orang lain bahwa putera-puterajaya bukan asli keturunan raja
sehingga tidak berwenang pula terhadap pengelolaan pemerintahan negaranya.
4.3 Cerpen”Ulat dalam Sepatu”
Simpulan dari
cerpen ini adalah bentuk kekuasaan artifisial
yaitu pada pengungkapan
ini terlihat dari data diatas bahwa tidak adanya rasa kemanusiaan dari Pejabat
terhadap rakyat. Khairul membutuhkan Pejabat itu untuk memberikan tembusan
kepadanya untuk menghadiri undangan pameran ke Jakarta, tapi Pejabat itu tak
menghiraukan. Lebih penting ia terhadap kesibukannya. Padahal salah satu
pemimpin sebagai pamong rakyat adalah memiliki rasa hormat, peduli, menghargai
kepada rakyat dan kepada sesama manusia.
Jadi :
Keterpengaruhan
terletak pada kekuasaan. Cerpen Putrajaya dan Ulat dalam Sepatu sama-sama
memiliki latar belakang kekuasaan. Hal ini adalah bagian dari unsur intrinsik
yaitu pada karakter tokoh
DAFTAR
PUSTAKA
Teeuw. ___.
Sastra dan Ilmu Sastra. Yogjakarta: Pustaka Jaya-Girimukti Pasaka
Ariadinata, Joni. 2006. Dongeng Penunggu
Sore dalam Taufik Ismalil dkk, Sastrawan Bicara Siswa Bertanya (SBSB) 2007. Jakarta: Majalah Sastra Horison dan
Departeman Pendidikan Nasional.
Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang:
Angkasa Jaya
Pradopo, Djoko. 2002. Kritik Sastra
Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi
Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Widyatama
Hadi, Abdul. 2008. Cerpen Ulat dalam
Sepatu karya Gustf Sakai. Majalah sastra Horison
............Cerpen Puterajaya. Malaysia
(http:/Diskusi Legitimasi Kekuasaan Pemerintah dan Adat.htm)
(http:/Diskusi Legitimasi Kekuasaan Pemerintah dan Adat.htm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar