Jumat, 12 November 2010

NILAI BUDAYA TRADISI LISAN PARIKAN JAWA

Oleh
Yuneni Novikawati
072144043

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada era globalisasi ini negara-negara maju sangat mudah sekali memengaruhi negara-negara berkembang dalam segala aspek kehidupan, karena mempunyai keunggulan teknologi. Masuknya teknologi dari negara maju ke negara berkembang ikut masuk kebudayaan ke negara maju tersebut yang sangat memengaruhi perilaku negara-negara berkembang. Dengan demikian bangsa Indonesia yang termasuk masyarakat Jawa mengalami pergeseran budaya. Kebergeseran budaya dengan teknologi membuat hilangnya keaslian budaya pada masyarakat. Budaya tersebut di dalamnya termasuk dalam budaya parikan yang sejak zaman dahulu menjadi salah satu budaya yang sama-sama dirasakan.
Saat dalam konteks Indonesia yang dijajah Belanda selama 350 tahun merupakan siasat Belanda dalam merebut kekayaan yang ada di dalam negara Indonesia termasuk yang di dalamnya mengandung nilai sejarah yang tinggi terhadap nilai luhur negara Indonesia. Bangsa Indonesia pada saat itu dibodohi dengan berbagai teknologi yang dibawa serta menjejalinya kepada bangsa Indonesia pribadi. Jika dilihat lebih lanjut, pada bangsa Jepang yang memiliki kebudayaan dan memegangnya secara erat meskipun teknologi pada bangsa tersebut sangat maju, namun dibalik itu semua yang menjadi pertanyaan bahwa mengapa bangsa Indonesia yang dinamakan negara maju sangat mudah sekali terpengaruh kepada budaya dan teknologi asing, sehingga kebudayaan sendiri tergeser bahkan tidak banyak yang diminati pada masyarakat sekarang.
Dijelaskan lebih lanjut, bahwa Parikan adalah bunyi yang terdiri atas dua ukara (bagian) yaitu untuk narik kawigaten, maksudnya adalah menarik perhatian dan yang kedua adalah minangka isi (yaitu sebagai isi). Parikan merupakan karya manusia yang seperti pantun tapi hanya terdiri dari dua larik. Parikan menggunakan purwakanthi swara yaitu dasar untuk menunjukkan perhitungan dalam wanda atau suku kata. (wikipedia: Parikan)
Parikan adalah bagian dari tradisi lisan, budaya lisan dan adat lisan yang didefinisikan sebagai adalah pesan atau kesaksian yang disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pesan atau kesaksian itu disampaikan melalui ucapan, pidato, nyanyian, dan dapat berbentuk pantun, cerita rakyat, nasehat, balada, atau lagu.
Berdasarkan fenomena tersebut maka dengan judul Representasi Tradisi Lisan Parikan Jawa terhadap Nilai Budaya Masyarakat Jawa (Kajian Formula dalam Penceritaan Foklor dalam Teori Parry-Lord) menjadi penelitian yang menarik sehingga dapat diketahui formula struktur penceritaan yang ada di dalam pantun tersebut sehingga akan ditunjukkan bahwa di dalam parikan memiliki nilai moral yang harus tetap menjadi budaya masyarakat Jawa.


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ditemukan adalah
1. Bagaimana bentuk parikan yang harus diketahui oleh masyarakat Jawa sebagai wujud tradisi lisan terhadap nilai budaya masyarakat Jawa?
2. Bagaimana unsur formula yang ada di dalam parikan sebagai tradisi lisan terhadap nilai budaya masyarakat Jawa?
C. Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk,
1. Menghasilkan deskripsi tentang bentuk parikan yang harus diketahui oleh masyarakat Jawa sebagai wujud tradisi lisan terhadap nilai budaya masyarakat Jawa
2. Menghasilkan deskripsi tentang unsur formula yang ada di dalam parikan sebagai tradisi lisan terhadap nilai budaya masyarakat Jawa

D. Manfaat
a) Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu sosial dan linguistik

Manfaat praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua kalangan, diantaranya:
a. Bagi peneliti foklor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan literatur tambahan dalam penelitian wacana.
b. Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan mengenai budaya lisan yang terdapat di dalam masyarakat.
c. Bagi masyarakat secara umum, hasil penelitian ini dapat sebagai pencerahan bahwa begitu pentingnya mempertahankan buda masyarakat jawa Timur, khususnya tradisi lisan bentk Parikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
1. Analisis Struktural Cerita Tundung Madiun dai Ketoprak Mataram sera Sumbangannya terhadap Pendidikan dan Kesusasratraan di Indonesia oleh Retno Banowati pada tahun 1991
2. Cerita Ludruk ’Sarip ambak Yoso’ dan Sumbangannya teradap perkembangan sastra serta pendidikan di Indonesia oleh Endag Sulastri tahun 1991

B. Teori Yang Digunakan
Komposisi teori Tukang cerita/pencerita dalam menuturkan ceritanya tidak pernah penuh-penuh terikat pada teks mula yang pernah didengarnya. Bagian yang tetap adalah inti cerita, sedangkan selebihnya tidak pernah tetap (Lord, 1976:99). Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Sweeney (dalam Teeuw, 1984:301) bahwa setiap pementasan atau penuturan merupakan parafrasis naskah induk yang imajiner.
Lord dalam Sudikan (2001: 80) merumuskan dalam bukunya The Singer o Tales yang membahas tentang lima hal yaitu: (1) hubungan antara menciptakan, menyanyikan, dan memertunjukkan, (2) formula, (3) tema, (4) teks asli, (5) hubungan antara versi tertulis dan lisan.
Formula oleh Lord dalam Sudikan (2001: 80) dikatakan ialah kata yang secara teratur dimanfaatkan oleh mantra yang sama untuk mengungkapkan satu ide hakiki. Dengan penyusunan baris dengan pola formula itu terjadi proses penggantian, kombinasi, pembentukan model, dan penambahan kata atau ungkapan baru pada formula sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan temuan di atas, maka penelitian ini sejalan dengan konsep rumusan atau simpulan yang diungkap oleh Nani tuloli dalam Sudikan (2001:80) menyatakan bahwa formula ialah unsur linguistik (afiks, kata, frasa, klausa, baris, dan struktur) yang dipakai dalam pola sintaksis dan ritme tertentu serta posisi tertentu. Pola formula ialah pola baris yang mengikuti sistem sintaksis dan ritme tertentu yang dipakai untuk menciptakan baris formulaik yang salah satu unsurnya adalah sama.
Dengan demikian, maka disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan teori Lord mengenai formula yang ada di dalam parikan dengan mengungkapkan bentuk (dalam hal ini) di ungkap tentang sampiran dan isi yang terkandung di dalam parikan (pantun Jawa).

C. Parikan (Pantun)
Definisi parikan ialah tradisi lisan, budaya lisan dan adat lisan adalah pesan atau kesaksian yang disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pesan atau kesaksian itu disampaikan melalui ucapan, pidato, nyanyian, dan dapat berbentuk pantun, cerita rakyat, nasehat, balada, atau lagu. Pada cara ini, maka mungkinlah suatu masyarakat dapat menyampaikan sejarah lisan, sastra lisan, hukum lisan dan pengetahuan lainnya ke generasi penerusnya tanpa melibatkan bahasa tulisan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi_lisan)
Definisi lain, Parikan iku unen-unen kang dumadi seka rong (2) ukara. Ukara sepisanan kanggo narik kawigaten, kang kapindho minangka isi. Parikan iki kaya pantun nanging mung rong larik. Parikan migunaake purwakanthi swara. Purwakanthi parikan bisa digawe mawa petungan kang adhedhasar petungan wanda (suku kata). http://jv.wikipedia.org/wiki/Parikan
Parikan adalah bunyi yang pada bagian pertama sebagai sampiran atau penentu suara, kedua adalah berupa isi. Diungkap dalam bahasa Jawa,
Parikan yaiku ‘unen – unen rong perangan perangan (bagian) kapisan kanggo pancandan (sampiran) (kanggo pentokaning swara), dene perangan kapindho mawa teges (merupakan isi) kang dikarepake.’
Parikan adalah bunyi yang terdiri atas dua bentuk yang pertama untuk menarik perhatian yang berupa sampiran dan yang kedua berupa isi.
Parikan yaiku unen-unen kang dumadi seka rong (2) ukara. Ukara sepisanan kanggo narik kawigaten, kang kapindho minangka isi. Parikan iki kaya pantun nanging mung rong larik. Parikan migunaake purwakanthi swara. Purwakanthi parikan bisa digawe mawa petungan kang adhedhasar petungan wanda (suku kata). http://jv.wikipedia.org/wiki/Parikan
Peran pantun (parikan) sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang eharusnya, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata.
Parikan ada dua warna, (dua jenis) yaitu
1. Terdiri atas 2 kalimat yang bersajak.
2. Saben saukara kedadean saka rong gatra (larik). Dalam hal ini adalah bentuk parikan panjang
3. Ukara pertama berupa purwaka (sampiran), ukara kedua berupa uwose (isi)

D. Nilai Moral Masyarakat Jawa
Suku Jawa merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. [1] Selain di ketiga propinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Osing dan Tengger. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa
Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat. Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.


BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dirancang secara kualitatif deskriptif yaitu memperoleh gambaran secara nyata terhadap parikan Jawa yang terdapat pada media televisi dan radio. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data yang berhubungan dengan konteks keberadaannya. Sedangkan data tersebut dianalisis berdasarkan bentuk yang sebenarnya tanpa melepaskan konteks data yang melingkupinya. Dengan metode kualitatif ini, mengenai formula yang ada di dalam parikan atau pantun jawa dapat diungkap dengan baik. Sehingga diharapkan dapat menjadi pemaparan dan nilai budaya masyarakat Jawa.

B. Sumber Data dan Data Penelitian
Sumber data penelitian ini adalah data tertulis yang memuat informasi jenis Parikan dan kajian formula yang terdapat dalam parikan tersebut. Sedangkan data penelitian ini berupa ‘ukara’ atau bentuk yang terdapat pada bunyi parikan.

C. Latar Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2010
Lokasi observasi penelitian ini adalah pada media RRI yang terdapat di kota Surabaya

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer pada parikan Jawa yang terdapat pada media elektronik baik televisi maupun radio. Bentuk data yang diambil berupa sampiran dan isi
Berdasarkan langkah awal dalam metode analisis data di atas dilakukan maka untuk teknik pengumpulan data penelitian ini adalah melalui teknik sebagai berikut:
1. Rekam
Teknik rekam ini dilakukan dengan cara meletakkan alat perekam di samping televisi dan Radio saat iklan diputar. Biasanya melalui program televisi lokal yaitu JTV, dan Radio Republik Indonesia
2. Simak
Selain teknik rekam perlu adanya teknik simak. Teknik ini dilakukan untuk memperkuat perekaman dan beberapa iklan lain yang telah terambil datanya.
3. Observasi
Penentuan 3 informan untuk observasi agar sebagai bentuk peyakinan terhadap data tersebut
Dengan menggunakan daftar tanyaan sbb:
a. Apakah Bapak mengenal banyak tentang Pantun-pantun dalam bahasa Jawa?
b. Apa saja pantun Jawa itu?
c. Jenis Pantun Bahasa Jawa adalah?
d. Bagaimana asal-usul cerita parikan tersebut?

4. Koleksi
Observasi yang dilakukan dalam pengoleksian data yaitu dengan mencari literatur sebanyak-banyaknya mengenai fenomena yang ada dengan keterkaitan antara topik yang dibahas dalam parikan Jawa. Pengkoleksian melalui langkah ini sangat diperluka untuk menjaga kesimpang siura informasi yang di dapat dalam Parikan Jawa. Setelah langkah pengoleksian pertama maka langkah selanjutnya dalam pengoleksian adalah pemilahan dalam informasi atau data yang terkandung dalam sampiran dan isi
5. Reduksi data
Pereduksian pada langkah ini dengan menggunakan Kartu Data, yaitu Instrumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alat dan fasilitas yang digunakan peneliti untuk mempermudah jalannya penelitian dan hasil yang diperoleh lebih lengkap. Bentuk instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kartu data yang berisi data-data yang diisi sesuai dengan korpus data yang diperoleh dari masing-masing buletin. Langkah pertama dalam penggunaan kartu data adalah memilih data yang memiliki perbedaan dan kesamaan antara buletin satu dengan buletin yang lain, atau setelah terjadi pembedaan maka dilanjutkan dengan buletin satu dengan buletin berikutnya. Pembedaan dan proses pemutaran pada buletin agar dapat teranalisis dengan baik maka dilakukan tersebut dinamakan sistem putar. Sistem putar tersebut berkenaan dengan paragraf, sampiran dan isi dalam parikan Jawa
6. Klasifikasi data
Pengklasifikasian pada data yang telah diperoleh dan dimasukkan ke dalam kartu data, maka untuk mempermuda kartu tersebut dibedakan dalam warna kartu yang berbeda.

D. Teknik Analisis Data

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka Penelitian ini dianalisis dengan
1. Teknik pilah kartu data
Kartu data ke dua setelah kartu data pertama sebagai penyediaan data. Pada kartu data analisis ini adalah dengan memisahkan dan menentukan data mana saja yang layak diteliti yaitu pada paragraf, sampiran dan isi parikan Jawa. Data yang telah diperoleh kemudian akan dikelompokkan dan dihitung dalam masing-masing sampiran dan isi pada parikan Jawa
2. Teknik pilah pembeda larik
Membedakan hasil pilah pada teknik pertama dengan pemilahan pada buletin selanjutnya. Penelitian ini tidak hanya meneliti pada satu buletin saja melainkan berjumlah sepuluh buletin yang disesuaikan dengan urutan penerbitan.

1 komentar: